Forest Fire Campaign
Aku tidak rela riau menjadi hutan sawit. Sungguh tidak rela.
Hari itu udara terasa begitu sangat berarti untuk kita hidup, menghirup oksigen begitu sangat mahal harganya, ketika asap dimana-mana bebas tanpa ada alarm. Selama ini aku bernafas dengan tenang dan nyaman, serasa oksigen bersih itu banyak berada dimana-mana dan tidak akan habis dibayangkan. Ternyata aku salah, Hari itu terasa sangat sulit bernafas. Udara sudah tercemar oleh pembakaran liar di daerahku.
Aku melihat diluar rumah, langit terlihat begitu kemerahan, cahaya matahari tidak terasa dibadanku, dikarenakan matahari telah tertutupi oleh asap yang banyak akibat kebakaran hutan yang terjadi di riau. Partikel partikel abu bakar itu melayang layang di udara dengan bebas, seakan negara api menyerang kota kami. Sesak jangan ditanya lagi.
Sedih kota dumai kala itu dipenuhi dengan asap dan abu abu yang berterbangan tak jelas di udara. Bernafaspun terasa tidak enak untuk dihirup. Banyak orang yang pergi ke rumah sakit karna penyakit batuk, dan ispa( inspeksi saluran pernafasan atas) termasuk juga aku salah satunya.
Aku heran kenapa para pembakar lahan itu begitu tega membakar hutan dengan tidak ada perasaan merasa bersalah atas perbuatannya. Begitu banyak masyarakat yang teraniaya atas perbuatannya itu. Pagi siang dan malam terasa sama. Sama sama berasap menyelimuti. Aku jadi malas untuk beraktifitas di luar rumah. Kuhabiskan banyak waktu diruah saja. Walaupun dirumah, itu terlihat sama saja, asap itu masuk ke dalam rumahku melalui ventilasi udara dan celah celah udara dirumahku. Kondisinya sama saja sebenarnya didalam atau diluar rumah. Kasihan juga pedagang yang menjualkan dagangannya, sepi pembeli karna asap itu.
Indonesia kini telah bertambah satu musim lagi, yaitu musim asap yang setiap tahunnya akan datang melanda kota kami. Huff....pemerintah tolong kami....!!! apa yang harus kami lakukan??.. yang seperti itu tidak bisa di berantas tanpa ada peraturan yang tegas dari pemerintah. Yang sangat tegas setegas tegasnya. Jangan goyah. Ketegasan tidak bisa dibeli.. harga mati.
Kenapa harus membakar hutan? Apa tak ada cara lain untuk melakukan hal itu. Kebanyakan orang membakar hutan untuk membuat lahan baru, dengan cara membakar menurutnya menjadi lebih mudah dan cepat mendapatkan lahan baru dari pada menebang satu persatu. Diriau ini tanahnya banyak yang tanahnya dari tanah gambut, tanah yang berasal dari pelapukan bahan organik yang tidak sempurna, bagian dalamnya memiliki seperti busa. Jika kita membakar , api tidak hanya berada diatas , berada juga dibawah tanah. Hujan yang turun tidak begitu maksimal untuk mematikannya, karna dasarnya sudah terbakar. Perlu dengan cara khusus untuk benar-benar matikan api ditanah gambut. Susahkan?Please, jangan dibakar.
Diriau begitu banyak hutan yang dibakar dan menjadi lahan baru. Dan ditanamai dengan tumbuhan sawit. Kalau anda pernah ke riau, anda akan melihat hutan-hutan kini berganti dengan tumbuhan sawit dimana-mana. Terus dan terus berkembang, dan terus dan terus membakar. Pernahkah kita berpikir kelamaan riau ini menjadi hutan sawit. Dan pernahkan kita melihat, kemanakah larinya makluk pribumi hutan akan berada. Rumahnya telah dibakar dan dijadikan lahan untuk menghasilkan uang.
Aku pernah melihat banyak monyet monyet yang berlarian ke jalan. Bukan dihutan yang tempat semestinya. Rantai makanannya telah diputuskan oleh masyarakat demi untuk memenuhi kehidupannya. Sekarang kita harus menyalahkan siapa??
Aku sebenarnya tidak setuju dengan tumbuhan sawit itu, disana tidak segar dibandingkan pohon pohon yang semestinya. Tapi kita tidak bisa menolak keberadaannya. Kita harus mengakui kita tidak bisa hidup tanpa sawit, minyak makan , sabun dan bahan kosmetik dihasilkan dari proses kelapa sawit. Oleochemical dan biodiesel . jadi harus bagaimana bapak presiden? Bertahap tahap menghilangkan hewan hewan hutan, ikan ikan di sungai atau memilih untuk tetap memperjuangkan pengusaha yang tidak bertanggung jawab itu.
Pabrik kelapa sawit berdiri dimana mana, pengusaha menanam modal besar untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa melihat dampak lingkungan. Saya pernah pergi ke pabrik kelapa sawit, disana proses pengolahan sawit menjadi minyak CPO (crude palm oil) , apa yang saya lihat? Limbah mereka dibunag saja begitu saja kesungai. Sungai tempat ikan ikan mencari makan dan hidup kini telah tercemar, dan mau kemana lagi makluk tuhan ini lagi pergi? Air sungai terlihat warna coklat pekat, banyak busa busa bertaburan di pinggiran sungai. Mengharukan sangat.. dimana pemerintah? Dimana kementrian lingkungan hidup? Dimana amdalnya( analisa mengenai dampak lingkungan)
Kita hidup didunia ini dengan 3 makluk hidup. Manusia, tumbuhan dan hewan. Tuhan telah membuat kita saling membutuhkan. Tapi apa kita tidak begitu egoisnya mementingkan kepentingan pribadi. Tuhan memberikan manusia akal yang lebih dibanding makluk lain bukan berarti kita harus menindas kehidupan makluk lain. Aku sangat tidak setuju.
Pemerintah? Apa harus berlindung ke pemerintah dengan kondisi seperti ini. Dimana asap meraja lela berterbangan dimana mana. Pemerintah harus tegas dengan hal seperti ini. Kejadian ini bukan lagi seperti hal baru yang terjadi, udah bertahun tahun terjadi tanpa ada peraturan tegas dari pemerintah.
Pemerintah harus membatasi lahan untuk indutri dan lahan untuk dilindungi.Jangan semua lahan dibakar untuk dibuat jadi lahan kelapa sawit? Aku tidak rela riau menjadi hutan sawit. Sungguh tidak rela.
Writer : Hara
No comments:
Post a Comment